Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index

Opini Hukum    
 
Bicara Pendidikan
Indonesia Butuh Generasi yang Cerdas dan Bermartabat
Tuesday 02 Apr 2013 04:39:12

Didiek Danuatmadja (Foto : Ist)
Oleh : Didiek Danuatmaja *)


KESAN - Umum yang muncul dewasa ini mengesankan, anak-didik kita cukup pintar dalam menyerap keilmuan, tetapi di bidang etika umumnya masih memprihatinkan. Kemajuan zaman menuntut berbagai kesiapan orangtua siswa. Tetapi, bagaimanapun, keterkaitan antara etika, kepribadian dengan kualitas akademis merupakan kebutuhan yang harus kita wujudkan.

Ketika kalangan pendidikan di Jakarta menggelar diskusi Strategic Asia Policy Interchange : “Education and the Knowledge Sector” beberapa waktu lalu, muncul berbagai permasalahan menyangkut dunia pendidikan yang di Indonesia dinilai para ahli cukup rancu.

Berbagai masalah yang dihadapi ternayata tidak hanya seputar pengangguran terdidik, birokrasi yang semrawut, lembaga penelitian yang kurang mendapat perhatian, tetapi juga permasalahan etika anak-didik yang kini telanjur berantakan.

Ihwal etika, berkait erat dengan mentalitas, karakterika yang sampai kini masih saja menjadi permasalahan yang cukup rumit untuk dipecahkan. Ketika permasalahan ini diangkat ke permukaan sebagai problem nasional, semua orang terkaget-kaget. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI “memerintahkan” kepada aparatnya untuk agar pendidikan karakter mendapat porsi strategis untuk membangun kepribadian anak didik.
Akibat karakter yang sedemikian parah dan berantakan, berkembang pengaruh-pengaruh buruk bagi anak didik, misalnya berkembangnya kegemaran tawuran antarpelajar, sampai mengakibatkan siswa tewas tertusuk senjata tajam. Tragedi ini sungguh sangat memprihatinkan.

Kontroversial
Fenomena yang terjadi sekarang memang amat kontroversial. Para pemimpin dan kalangan masyarakat begitu gencar berbicara soal character building. Para pendidik mendengung-dengungkan kebutuhan pendidikan karakter bagi para siswa, tragisnya perilaku guru banyak yang masih mencerminkan kerendahan moralitas.

Idealnya, kementerian pendidikan harus memulai mengembangkan pendidikan karakter bagi para pendidik, sebelum kepada para anak didik. Harus disadari, secerdas apapun anak-anak bangsa, jika karakternya keropos sangat berbahaya.

Pendidikan karakter terkait dengan kearifan lokal, misalnya pentingnya dikembangkan kembali kearifan-kearifan daerah melalui pendidikan bahasa daerah yang lebih intens, tidak sekadar “sambilan”, diperkenalkannya seni dan budaya daerah kepada anak didik,

Ada beberapa sekolah yang dengan inisiatifnya sendiri membiasakan para siswanya memahami bahasa daerah dengan cara yang baik dan benar. Selain masalah kebahasaan, juga diajarkan etika bersopan-santun dengan pengawasan yang cukup ketat. Dengan sistem pengajaran seperti ini, hasilnya ternyata cukup membanggakan.
Dengan upaya menyelipkan pelajaran bahasa dan budaya daerah sebagai bahasa ibu, tidak sampai terjadi, seorang anak sangat pintar berbahasa Inggris, tetapi bodoh dalam berbahasa daerahnya sendiri.
Dampak pengejaran kualitas pendidikan agar bertaraf internasional, sebenarnya tidak hanya terindikasi dari penguasaan teknologi informasi dan kebahasaan. Rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) tak perlu lagi dikejar dengan munculnya RSBI-RSBI baru. toh dengan RSBI atau tidak, peningkatan kualitas sekolah harus selalu menjadi perhatian.

Sekolah Unggulan
Dengan sekolah unggulan saja, sudah cukup untuk membuat anak-didik menjadi pintar seperti yang diinginkan. Yang lebih penting justru, menyeimbangkan antara nilai intelektualisme siswa dengan kualitas karakternya.
Indonesia benar-benar butuh generasi yang cerdas dan bermartabat dalam membangun negeri ini. Keroposnya karakter akan membuahkan berbagai tingkah yang menyebalkan dan merugikan rakyat, misalnya berbuat korupsi atau melakukan keonaran-keonaran moral lainnya.

Guru sebagai penyelenggara pendidikan harus mempersiapkan piranti-piranti penunjang melalui berbagai dana yang dianggarkan oleh pemerintah. Untuk meningkatkan kualitas sekolah, para guru bisa dikursuskan bahasa Inggris, misalnya. Fasilitas yang ada di sekolah harus terus dipacu dan dicukupi.

Tanpa RSBI pun sekolah bisa membuat program-program pengadaan berbagai laboratorium, mulai laboratorium biologi/fisika (IPA), Bahasa Inggiris, Bahasa Indonesia dan laboratorium komputer. Selain itu, perrpustakaan jangan sampai terlupakan. Di tingkat SMP, tersedianya LSD, laptop dan piranti-piranti canggih lainnya untuk kegiatan belajar-mengajar sangatlah penting. Begitulah seterusnya, kebutuhan fasilitas kian dibutuhkan bagi jenjang-jenjang sekolah selanjutnya.

Bagi anak-anak yang berbakat, sekolah harus bisa menyalurkan bakat-bakat akademis dan nonakademis (olah raga, kesenian) dan bakat-bakat siswa yang lain secara programatis. Pembangunan karakter tak perlu mengorbankan nilai-nilai akademis dan nonakademis para anak didik. * ( Penulis Adalah Direktur Kelompok Studi Opini & Fiksi Indonesia)



 
Berita Terkait Bicara Pendidikan
 
Indonesia Butuh Generasi yang Cerdas dan Bermartabat
 
Untitled Document

 Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Pledoi | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index


  Berita Terkini >>
 
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?
5 Oknum Anggota Polri Ditangkap di Depok, Diduga Konsumsi Sabu
Mardani: Hak Angket Pemilu 2024 Bakal Bikin Rezim Tak Bisa Tidur
Hasto Ungkap Pertimbangan PDIP untuk Ajukan Hak Angket
Beredar 'Bocoran' Putusan Pilpres di Medsos, MK: Bukan dari Kami
Pengemudi Mobil Plat TNI Palsu Cekcok dengan Pengendara Lain Jadi Tersangka Pasal 263 KUHP
Untitled Document

  Berita Utama >
   
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?
Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan
Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah
Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua
PKB soal AHY Sebut Hancur di Koalisi Anies: Salah Analisa, Kaget Masuk Kabinet
Sampaikan Suara yang Tak Sanggup Disuarakan, Luluk Hamidah Dukung Hak Angket Pemilu
Untitled Document

Beranda | Tentang Kami | Hubungi | Redaksi | Partners | Info Iklan | Disclaimer

Copyright2011 @ BeritaHUKUM.com
[ View Desktop Version ]